Sesi berikutnya dibawakan oleh Ibu Aussielia Amzulian, S.H., LL.M., dari Sekolah Hukum dan Studi Internasional (SHSI) yang menyoroti isu aktual dalam ranah Intellectual Property Rights (IPR), khususnya terkait hak cipta di era kecerdasan buatan. Ia mengangkat pertanyaan fundamental mengenai kepemilikan karya yang dihasilkan oleh AI, terutama ketika kontribusi mesin lebih besar daripada kontribusi manusia. Permasalahan muncul ketika harus menentukan siapa yang secara sah dapat dianggap sebagai pencipta: apakah AI sebagai mesin, pengembang algoritma, atau pengguna yang memberikan prompt? Menurutnya, ketiga opsi tersebut memiliki keterbatasan. AI tidak dapat menjadi subjek hukum; pencipta algoritma tidak selalu memproduksi karya yang diwujudkan mesin; sementara pengguna tidak menciptakan ekspresi kreatif yang sepenuhnya orisinal. Filosofi dasar hak cipta yang menempatkan “pencipta” sebagai pemilik ekspresi kreatif menjadi sulit diterapkan dalam konteks AI. Hingga kini, karya yang sepenuhnya dihasilkan mesin berada dalam wilayah abu-abu hukum, dan isu ini menjadi penting untuk diperhatikan oleh dosen serta peneliti agar penggunaan AI tetap etis dan selaras dengan standar akademik.
Materi ketiga disampaikan oleh Ibu Anastasia A. Noviyanti, M.Sc. dari prodi Desain Produk Sekolah STEM (Science, Technology, Enggineering, dan Mathematics), yang memaparkan prinsip-prinsip penyusunan PKM berbasis kebutuhan mitra. Ia menguraikan perbedaan mendasar antara pengabdian masyarakat dan pemberdayaan masyarakat, serta menjelaskan struktur proposal PKM DIKTI 2025 sebagai referensi bagi penyusunan program 2026. Dalam paparannya, Bu Novi, begitu beliau biasa disapa, menyampaikan sejumlah kebutuhan mitra yang berpotensi dikembangkan menjadi program PKM, seperti pengembangan kawasan ekonomi kreatif di 12 desa di Kabupaten Tangerang, pemberdayaan penerima bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) di Depok, serta keberlanjutan kolaborasi dengan Rumah Kreatif Anak Istimewa, termasuk rencana pendirian kafe inklusif sebagai ruang pemberdayaan. Ia menegaskan bahwa keberhasilan PKM sangat bergantung pada ketepatan analisis situasi mitra, kesesuaian kompetensi tim dosen, bukti komunikasi lapangan, serta desain program yang memberikan dampak jangka panjang.
Diskusi terbuka setelah seluruh pemaparan memperlihatkan bahwa para peserta mulai mengidentifikasi peluang sinergi lintas bidang yang dapat dikembangkan bersama untuk pengajuan hibah DPPM 2026. Ide-ide mengenai bagaimana menghubungkan kebutuhan mitra dengan keahlian dosen dari berbagai sekolah, memperkuat basis data awal, dan memadukan fokus riset dengan program pemberdayaan masyarakat muncul sebagai bagian dari proses perumusan program yang lebih strategis. Pertemuan ini menjadi forum awal untuk meninjau kemungkinan integrasi antarproyek, baik di ranah penelitian maupun pengabdian, sehingga setiap tim memiliki fondasi yang lebih kuat saat menyusun proposal.
Kegiatan Research and Community Service Matchmaking – Persiapan Hibah Penelitian dan PKM DPP 2026 ini menegaskan pentingnya kolaborasi lintas disiplin dalam merancang riset dan program pengabdian masyarakat yang relevan dan berdampak. Melalui dialog terbuka dan pertukaran gagasan, para dosen dapat memadukan kompetensi, kebutuhan mitra, serta peluang pendanaan ke dalam fondasi proposal yang lebih matang dan strategis. LPPM berkomitmen untuk terus menyediakan ruang yang memperkuat sinergi, memperluas jaringan, dan mendorong lahirnya karya penelitian serta program pemberdayaan yang memberikan manfaat bagi masyarakat luas.